Kamis, 02 Mei 2013

Organoleptik (SMAK Makassar)



JURNAL ORGANOLEPTIK (MAKANAN JADI)
ANGEL FOOD CAKE
YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH


ANDI DESVI SASTRI M
3B
104483



SEKOLAH MENENGAH KIMIA ANALIS
MAKASSAR
2013




                                                                                                                                                                                                                                                                 



i
RINGKASAN
Telur merupakan bahan pangan yang memiliki berbagai sifat fungsional yang
dapat dimanfaatkan dalam pengolahan berbagai produk pangan. Berbagai industri
pengolahan pangan menggunakan telur sebagai ingredient penting dalam pengolahan
produk, namun penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama seringkali sulit
terpenuhi karena kandungan nutrisi yang tinggi menjadikan telur sebagai pangan
yang mudah rusak (perishable food). Perlakuan pengawetan diperlukan untuk
mempertahankan daya simpan telur. Salah satu metode pengawetan telur adalah
dengan pengeringan. Metode yang sering digunakan untuk pengeringan putih telur
adalah pan drying karena dalam pengerjaannya lebih mudah dan murah.
Kelemahan dari proses pengeringan adalah terjadinya reaksi Maillard antara
gula pereduksi (glukosa) dan asam-asam amino ketika telur dikeringkan. Akibatnya
terjadi warna serta aroma yang tidak diinginkan pada produk tepung putih telur. Hal
ini dapat dicegah dengan perlakuan desugarisasi, yaitu proses penghilangan glukosa.
Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan
dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu desugarisasi yang
berbeda pada pembuatan tepung putih telur terhadap sifat fisik dan organoleptik
angel food cake. Alasan pemilihan angel food cake adalah karena angel food cake
sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu cara yang paling tepat dalam menilai
kualitas daya membuih putih telur.
Penelitian didahului dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan
putih telur ayam ras umur sehari yang kemudian diberi perlakuan lama desugarisasi
1, 2,5 dan 4 jam. Tepung putih telur yang didapat kemudian dijadikan salah satu
bahan baku dalam membuat angel food cake. Selanjutnya angel food cake tersebut
diuji sifat fisik dan organoleptiknya. Sifat fisik meliputi uji porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Uji organoleptik menggunakan uji
kesukaan terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam
tidak berpengaruh terhadap fisik dan organoleptik angel food cake.






                                                                                                                   1
PENDAHULUAN                                            

Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang memiliki susunan gizi
lengkap dan berimbang karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh
manusia. Sebagai bahan pangan, telur tidak hanya bermanfaat sebagai sumber
protein hewani yang berkualitas namun juga merupakan ingredient yang penting
dalam pembuatan berbagai produk makanan.
Penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama seringkali tidak dapat
dipenuhi karena sifat telur yang mudah rusak (perishable food). Kerusakan telur
dapat dicegah dengan perlakuan pengawetan. Pembuatan tepung telur merupakan
salah satu cara pengawetan telur. Tepung telur didapat dengan cara mengurangi atau
meminimalkan kadar air yang terkandung di dalam telur sehingga tidak
memungkinkan mikroorganisme tumbuh di dalamnya dan umur simpan telur lebih
panjang.
Pembuatan tepung telur dapat dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya metode spray drying, foaming drying dan pan drying. Metode yang biasa
digunakan dalam pembuatan tepung putih telur adalah metode pan drying.
Metode pan drying merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan
dan membutuhkan biaya yang lebih murah. Pembuatan tepung putih telur dengan
metode pan drying memiliki kelemahan, antara lain terjadinya reaksi Maillard antara
glukosa dan asam amino yang menyebabkan warna kecoklatan. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode yang dapat mengatasi masalah tersebut. Desugarisasi
merupakan metode yang dapat dilakukan untuk mencegah reaksi Maillard.
Desugarisasi dilakukan dengan merombak glukosa dalam putih telur menggunakan
khamir Saccharomyces cereviceae. Desugarisasi juga sangat membantu dalam
mempertahankan salah satu sifat fungsional putih telur yaitu daya membuih putih
telur serta menurunkan viskositasnya sehingga mempermudah pengeringan.
Pengujian sifat fisik dan fungsional tepung putih telur menunjukkan bahwa
lama desugarisasi mempengaruhi kadar air, daya dan kestabilan buih tepung putih
telur (Puspitasari, 2006). Pada penelitian ini ingin diketahui apakah lama
desugarisasi berpengaruh juga terhadap sifat fisik dan organoleptik hasil olahan
tepung putih telur yang dihasilkan. Jenis olahan yang dicoba adalah angel food cake.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama desugarisasi pada
proses pengeringan putih telur terhadap kualitas fisik dan organoleptik angel food
cake.



2
II. TINJAUAN PUSTAKA

*      Telur Ayam

Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu 58% putih telur, 31% kuning
telur dan 11% kerabang.
Bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori dengan bentuk yang tidak
beraturan sebagai jalan keluar-masuknya atau pertukaran air, gas dan bakteri ke
dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang /cm2 luas
permukaan kulit telur. Berukuran sangat kecil sekitar 0,01-0,07 mm2 dan tersebar di
seluruh permukaan kulit telur (Sirait, 1986).
Kuning telur dikelilingi oleh membran vitelin yang memisahkannya dengan
putih telur. Antara kuning dan putih telur dihubungkan oleh khalaza yang berbentuk
seperti tali terpilin, berfungsi untuk mempertahankan letak kuning telur agar tetap
berada di tengah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur memiliki kandungan
padatan sebesar 50% dan sebagian besar terdiri dari lemak, yaitu sekitar 32-36% dari
kandungan kuning telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Putih telur atau albumen tersusun oleh lapisan encer luar, lapisan kental luar,
lapisan encer dalam dan lapisan kalaza atau lapisan kental dalam. Air merupakan
komponen utama albumen. Kandungan padatan dalam putih telur berkisar antara 11-13%.

*      Buih Putih Telur

Daya dan Stabilitas Buih
Buih merupakan dispersi koloid dari suatu fase gas yang terdispersi dalam
fase cair (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pembentukan buih dari bagian putih telur
dilakukan dengan pengocokan. Pengocokan dapat menggunakan tenaga tangan atau
dengan bantuan mesin pengocok telur (Sirait, 1986). Saat putih telur dikocok,
gelembung udara terperangkap dalam cairan albumen dan membentuk buih.
Buih yang terbentuk dari pengocokan putih telur merupakan komponen yang
penting dalam pembuatan berbagai produk makanan seperti cake. Daya dan
kestabilan buih yang tinggi akan berperan penting dalam pembentukan film yang
stabil untuk mengikat gas dalam pembuatan angel food cake (Winarno dan Koswara,
2002). Dalam proses pembuatan cake, udara dalam gelembung buih akan memuai
ketika dipanaskan dan putih telur yang menyelubunginya meregang kemudian
membentuk struktur pori pada cake (Vail et al., 1978). Daya buih yang tinggi
memiliki ukuran buih yang besar sehingga saat dipanggang ukuran remah cake yang
dihasilkan juga besar (Melvyna, 2005).
Buih yang baik adalah yang memiliki kemampuan dan kestabilan buih yang
baik. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan bahwa daya buih merupakan
ukuran kemampuan putih telur dalam membentuk buih jika dikocok dan biasanya
dinyatakan dalam presentase terhadap putih telur. Berdasarkan pernyataan tersebut ,
maka daya buih dapat dinyatakan dengan rumus:
Daya buih = volume buih (ml) x 100%
Volume putih telur (ml)
Dasar pembentukan buih yang stabil adalah cairan dengan kekuatan regangan
atau elastisitas tinggi.
.                
3
*      Tepung Putih Telur
Pengawetan telur yang sering dilakukan diantaranya adalah dengan proses
pengeringan. Proses pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung
telur atau telur bubuk. Tepung telur atau disebut juga telur kering/puder merupakan
salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan
dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu (1) produk putih telur dan (2) produk
telur penuh serta kuning telur. Produk putih telur pada dasarnya bebas lemak,
sedangkan produk telur utuh dan kuning telur mengandung lemak yang berikatan
dengan protein dan komponen lain dari kuning telur (Bergquist., 1964 dalam
Stadelman dan Cotteril, 1995).
Tepung putih telur umumnya digunakan sebagai pelapis kue, kue-kue yang
mementingkan sifat koagulasi protein dan campuran kue yang mementingkan daya
pembusaan (Sirait, 1986). Oleh karena itu, tepung putih telur yang dihasilkan harus
memiliki sifat-sifat fungsional dan sifat fisikokimia seperti telur segar. Keadaan
tersebut dapat dijaga antara lain dengan perlakuan desugarisasi.
Desugarisasi
Desugarisasi merupakan suatu proses enzimatik atau fermentasi mikrobial
untuk menyingkirkan sejumlah kecil glukosa yang terdapat secara alami pada putih
telur karena dapat menyebabkan rasa yang tidak diinginkan dan warna kecoklatan
pada tepung telur (Vail et al., 1978). Menurut HammershÖj dan Andersen (2002),
albumen telur difermentasi untuk menyingkirkan glukosa, yang pada proses
pengeringan dapat bereaksi dengan asam-asam amino dalam reaksi Maillard dan
menghasilkan warna kecoklatan yang tidak diinginkan pada tepung putih telur.
Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan
dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya (Hill dan Sebring, 1973 dalam
Stadelman dan Cotteril, 1995).


*      Cake
Cake merupakan salah satu jenis penganan yang dibuat dari pencampuran
terigu (Vail et al., 1978). Hingga saat ini terdapat berbagai macam variasi cake,
namun terdapat beberapa jenis cake yang paling umum digunakan, yaitu:

1. Angel food cake, merupakan cake yang dibuat tanpa menggunakan lemak dan
hanya menggunakan putih telur (Vail et al., 1978)
2. Sponge cake, merupakan cake yang dibuat menggunakan telur utuh (Matz,
1992). Namun terkadang penggunaan putih telur lebih banyak dari kuning
telur atau beberapa sponge cake dibuat hanya dengan menggunakan kuning
telur (Vail et al., 1978)
3. Chiffon cake, merupakan cake yang dibuat menggunakan putih telur dan
kuning telur yang dikocok secara terpisah. Chiffon cake memiliki
karakteristik antara kue berlemak dan kue berkarakteristik buih (Vail et al.,
1978)
4. Pound cake, merupakan cake yang jumlah telur dan terigunya sama yaitu
masing-masing 1 pound (250 gram) (Bogasari, 2005).





4
*      Angel food Cake
Angel food cake adalah cake yang didasarkan pada buih putih telur dan tidak
mengandung lemak serta terdiri dari 43,67% putih telur (Matz, 1992). Menurut cara
sederhana, angel food cake dibuat dalam dua tahapan proses:
(1) Putih telur dikocok,dapat dilakukan dengan atau tanpa gula. Sisa gula kemudian dikocok berikutnya;
 (2) pengocokan adonan setelah ditambahkan tepung menggunakan pengocokan
minimum yang diperlukan untuk mendistribusikan bahan-bahan yang digunakan agar
merata. Alasan urutan tahap penambahan tersebut adalah untuk meminimalkan
pengaruh kolapsnya buih akibat kontak antara lemak tepung dengan larutan protein
(Matz, 1992).
Angel food cake sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu uji yang paling
tepat dalam menguji sifat daya membuih putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Kualitas angel food cake dapat diamati secara fisik dan organoleptik. Kualitas angel
food cake secara fisik dapat diketahui dengan cara mengukur porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik serta keempukannya. Secara organoleptik dapat
dilakukan penilaian terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food
cake.
Penilaian angel food cake secara organoleptik dapat dilakukan dengan uji
hedonik atau kesukaan. Uji hedonik merupakan uji penerimaan. Panelis akan diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap
suatu produk menggunakan skala tingkat kesukaan atau disebut skala hedonik
(Rahayu, 2001). Hal-hal yang mempengaruhi kualitas fisik dan organoleptik angel
food cake antara lain resep, bahan-bahan yang digunakan, proses pencampuran atau
pengocokan serta proses pemanggangan.


*      Bahan Baku Angel food Cake
Tiga bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur, gula
dan tepung terigu. Selanjutnya ditambahkan juga sejumlah kecil cream of tartar,
garam dan penambah cita rasa (Brown, 2000).
1. Tepung Terigu. Karakteristik tepung memiliki peranan penting dalam kualitas akhir
angel food cake. Tepung terigu yang digunakan memiliki kontribusi terhadap
kekuatan dan daya kenyal cake (Matz, 1992).
Menurut Winarno (1992), terigu mengandung protein 7 sampai 22%. Protein
glutenin dan gliadin bila dicampur dengan air akan membentuk matriks gluten.
Gluten berfungsi sebagai pembentuk struktur adonan (Vail et al., 1978) dan penahan
gas pengembang (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Gluten adalah suatu senyawa
pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam
pembuatan roti (Bogasari, 2005). Selain glutenin dan gliadin, komponen utama terigu
adalah pati. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan
menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap hanya mencapai
30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air akibat pemanasan
merupakan pembengkakkan yang sesungguhnya dan bersifat tidak dapat kembali
pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi (Winarno, 1992).

2. Telur. Salah satu bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur.
Putih telur mengandung protein tinggi (sekitar 9,7-10,6%), sedikit sekali lemak
(sekitar 0,3%) dan mempunyai sifat fisikokimia berupa daya buih dan daya koagulasi
yang penting dalam pembuatan produk cake (Stadelman dan Cotterill, 1995 dan
Matz, 1992). Menurut Matz (1992), putih telur encer mampu membuih lebih cepat
5
dari putih telur kental, namun putih telur kental dapat menghasilkan kestabilan buih
yang lebih baik. Koagulasi protein putih telur berperan penting dalam pembentukan
struktur cake saat pemanggangan. Koagulasi protein akibat pemanasan menyebabkan
terjadinya reaksi antara protein dengan air yang diikuti dengan terjadinya
penggumpalan protein (Sirait, 1986). Koagulasi putih telur oleh panas dapat terjadi
pada suhu 57 oC dalam periode waktu yang lama, namun umumnya terjadi pada suhu
62 oC (Romanoff dan Romanoff, 1963).

3.Gula. Gula berperan dalam memberi cita rasa /flavor pada kue serta berfungsi
sebagai pelembut. Penambahan gula dalam jumlah banyak akan melembutkan gluten,
namun penambahan level gula melebihi batas tertentu dapat memperlambat
pengembangan. Hal ini disebabkan sejumlah besar gula akan bertindak sebagai
bahan pengawet (Vail et al., 1978). Wiranatakusumah et al. (1992) menyatakan
bahwa penambahan gula ke dalam adonan akan membuat adonan mengembang lebih
cepat, namun penggunaan jumlah gula yang lebih banyak dari tepungnya akan
membuat produk kue mudah kolaps (runtuh). Vail et al. (1978) selanjutnya
menambahkan bahwa selain sebagai pelembut, gula juga memiliki kontribusi dalam
memberikan warna coklat pada lapisan kulit cake selama pemanggangan.

4. Cream Of Tartar. Penambahan cream of tartar pada pembuatan angel food cake
adalah untuk membuat buih yang merupakan struktur pembentuk adonan menjadi
lebih stabil (Vail et al., 1978). Garam asam berfungsi mengatur pH putih telur ke
level yang kondusif untuk memaksimumkan kelarutan protein dan mengurangi
denaturasinya selama pengocokan. Tanpa penambahan garam asam, buih tidak akan
mencapai potensi spesifik volume yang maksimum dan menyebabkan tekstur cake
yang lebih kasar. Penambahan cream of tartar umumnya dengan kisaran 1-2% dari
putih telur (Matz, 1992).

5. Garam. Garam memiliki peran penting dalam memberikan flavor yang normal pada
produk cake.

*      Sifat Organoleptik.
 Penilaian sifat organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji
kesukaan (hedonik) terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food
cake. Warna cake yang dinilai adalah bagian tengah cake yang tidak menempel pada
loyang saat proses pemanggangan. Penampakan umum yang diamati berupa kesan
umum panelis terhadap keseluruhan penampakan cake. Aroma cake dinilai dengan
membaui sampel cake. Rasa cake dinilai panelis dengan mencicipi sampel cake.
Penilaian dilakukan dengan 5 tingkatan skala mutu, yaitu
1.) Sangat suka, 2.) Suka, 3.) Netral, 4.) Tidak suka, 5.) Sangat tidak suka.
Uji ini menggunakan panelis tidak
terlatih sebanyak 80 orang dari kalangan mahasiswa Fakultas peternakan IPB. Untuk
mendapatkan panelis sebanyak 80 orang, penyaji membuat undangan lisan dan
pengumuman yang dipasang di depan ruang pengujian.

Analisa Data
Hasil uji fisik angel food cake yang didapat dianalisis dengan analisis sidik
ragam. Data hasil uji organoleptik angel food cake dianalisis menggunakan analisis
statistik non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap tingkat kesukaan panelis.

6
Prosedur
Penelitian ini terdiri dari pembuatan tepung putih telur dan pembuatan angel
food cake yang dilanjutkan dengan uji fisik (uji porositas, nisbah pengembangan,
volume spesifik dan keempukan) dan uji hedonik terhadap warna, penampakan
umum, aroma dan rasa angel food cake.


*      Pembuatan Tepung Putih Telur
Penelitian diawali dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan
metode pan drying. Telur yang digunakan adalah telur ayam ras umur 1 hari.
Pembuatan tepung putih telur diawali dengan mencuci telur yang akan digunakan
menggunakan air hangat (35-40oC) lalu ditiriskan. Telur dipecah dan dipisahkan
antara bagian putih dan kuningnya. Putih telur dihomogenisasi dan ditimbang
sebanyak ± 290 gram lalu ditambah asam sitrat sebanyak 3,3% dari bobot putih telur
yang digunakan yaitu 9,57 gram. Putih telur yang telah ditambahkan asam sitrat
dipasteurisasi secara double wall dengan suhu 60-65 oC selama ± 3 menit kemudian
dituang ke dalam loyang dengan ketebalan putih telur 6 mm. Putih telur didinginkan
hingga mencapai suhu 30oC, setelah itu ditambahkan ragi sebanyak 0,3% dari bobot
putih telur yaitu ± 0,87 gram dan dilakukan desugarisasi selama 1, 2,5 dan 4 jam.
Putih telur dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 oC selama 42 jam.
Hasil pengeringan telur berupa flake. Flake yang diperoleh ditepungkan
menggunakan blender kering. Tepung telur yang telah terbentuk segera dikemas
dalam pengemas kedap udara untuk menghindari kontak dengan udara.

*      Pembuatan  Angel  food Cake
Prosedur pembuatan angel food cake menggunakan modifikasi dari metode
pembuatan angel food cake yang terdapat dalam Matz (1992).
Pembuatan angel food cake diawali dengan rehidrasi terhadap tepung putih
telur yang digunakan. Tahap rehidrasi adalah mencampurkan 10 gram tepung putih
telur bersama 100 ml air matang dengan suhu 21 0C. Selanjutnya campuran tersebut
dihomogenkan dengan electric hand mixer kecepatan terendah (skala kecepatan 1)
selama 1 menit.
Tepung telur yang telah direhidrasi dikocok bersama 1 gram cream of tartar
dan 2 gram garam menggunakan electric hand mixer dengan skala kecepatan
tertinggi selama 3 menit. Setelah itu ditambahkan gula halus sebanyak 45 gram,
yaitu 50% dari jumlah gula yang digunakan. Setelah penambahan gula, selanjutnya
pengocokan dilakukan dengan kecepatan terendah dengan selang pengocokan
masing-masing 1 menit. Kemudian ditambahkan 50% gula berikutnya (45 gram),
lalu tepung terigu 35 gram dan 1 gram vanila dikocok rata ke dalam adonan. Adonan
dituang ke dalam loyang yang telah ditimbang kemudian diukur volumenya (panjang
x lebar x tinggi adonan) dan dipanggang pada suhu 177O C selama 40 menit.
Setelah matang, angel food cake didinginkan selama ± 30 menit dan diukur
volumenya dengan metode seed displacement menggunakan wijen. Sebelum diisi
adonan, volume loyang diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang.
kemudian banyaknya wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan
gelas ukur sehingga didapat volume loyang (a). Loyang yang berisi angel food cake
yang telah matang kembali diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang
yang berisi angel food cake matang, kemudian banyaknya wijen yang memenuhi
loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur (b). Volume angel food cake setelah
matang= a – b.

7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

*      Sifat Organoleptik Angel food Cake
Penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan umum, warna, aroma dan
rasa angel food cake dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan atau uji hedonik.
Pengaruh lamanya proses desugarisasi terhadap nilai rataan, modus dan persentase
panelis yang menerima warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake
disajikan pada Tabel 8. Persentase panelis yang menerima sifat organoleptik angel
food cake adalah panelis yang memberikan skala hedonik 1 (sangat suka) dan 2 (suka).

*      Warna
Warna angel food cake yang dihasilkan adalah putih kekuningan. Uji
Kruskal-Wallis menunjukkan kesukaan terhadap warna angel food cake dengan
perlakuan desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan lama
desugarisasi yang berbeda menyebabkan perbedaan kandungan air dan
karbondioksida yang tidak memiliki kontribusi terhadap pembentukan warna cake.

*      Penampakan Umum
Hasil uji Kruskal–Wallis menunjukkan bahwa pelakuan desugarisasi 1, 2,5
dan 4 jam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penampakan umum angel food
cake. Penampakan umum angel food cake sangat dipengaruhi oleh sifat fisiknya
secara umum, seperti porositas dan warna cake. Nilai porositas dan kesukaan panelis
terhadap warna angel food cake tidak berbeda nyata menyebabkan kesukaan panelis
terhadap penampakan umum angel food cake tidak berbeda nyata pula. Tabel 8
menunjukkan modus hasil uji kesukaan terhadap penampakan umum angel food cake
dengan ketiga perlakuan adalah suka. Rataan nilai kesukaan berkisar antara 2,23-
2,40. Persentase panelis yang menerima angel food cake adalah 55,00-68,75%.

*      Aroma
Uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap aroma
angel food cake. Rataan nilai kesukaan panelis terhadap aroma angel food cake
berkisar antara 2,35-2,39. Hasil uji kesukaan terhadap modus aroma angel food cake
adalah suka. Persentase penerimaan panelis terhadap rasa angel food cake sebesar
60,00- 66,25%. Meskipun proses desugarisasi telah dilakukan, namun reaksi
Maillard serta kamarelisasi masih terjadi dan menghasilkan komponen flavor pada
produk bakery (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Hal ini menyebabkan daya
terima panelis yang baik terhadap aroma cake.

*      Rasa
Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan rasa angel food cake tidak berbeda
nyata dengan lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam. Rasa angel food cake ditimbulkan
dari pencampuran berbagai bahan penyusun cake yang didominasi oleh rasa telur dan
vanili. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap rasa angel food cake sebesar 2,28-2,31.
Hasil uji kesukaan terhadap modus rasa angel food cake adalah suka. Warna yang
tidak diinginkan pada produk cake dapat dihindari dengan perlakuan desugarisasi, sehingga daya terima panelis terhadap rasa angel food cake pun baik. Persentase
penerimaan panelis terhadap rasa angel food cake berkisar antara 57,50 – 67,50%.




8


IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam pada
pembuatan tepung putih telur tidak berpengaruh terhadap sifat fisik dan organoleptik
angel food cake yang dihasilkan. Hasil uji hedonik terhadap sifat organoleptik angel
food cake menunjukkan modus suka. Persentase penerimaan panelis pun baik dengan
rataan di atas 50% terhadap produk angel food cake dengan ketiga perlakuan.





Saran
Berdasarkan penelitian ini, maka disarankan untuk diteliti lebih lanjut
mengenai lama desugarisasi 0-1 jam yang dapat memberi pengaruh signifikan
terhadap mutu fisik dan organoleptik angel food cake.































9
V. DAFTAR PUSTAKA


Aftasari, F. 2003. Sifat fisikokimia dan organoleptik sponge cake yang ditambah
tepung bekatul rendah lemak. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Alleoni, A.C.C. dan A.J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and s-ovalbumin
contens in eggs coated with whey protein concentrate. Rev. Bras. Cienc.
Avic. Vol.6. No.2. Campinas. Revistra Brasileira de Ciencia Avicola
.
Bailey, M.I. 1935. Foaming of Egg White. Dalam: Romanoff, A. L. dan A. J.
Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd ed. John Wiley and Sons, New York.

Barmore, M.A. 1934. The Influence of Chemical and Physical Factors On Egg-White
Foams. Dalam: Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg.
2nd ed. John Wiley and Sons, New York.

Berquist, D. H. 1964. Egg dehidration. Dalam: W. J. Stadelmen and O. J. Cotterill
(Editor). Egg Science and Technology. Food Products Press. An Imprint of
The Haworth Press, Inc., New York.

Bogasari. 2005. Seputar Pembuatan Cake. www.bogasariflour.com. [14 September
2005].

Brown, A. 2000. Understanding Food Principle and Preparations. Wadsworth.
Belmont.

Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons Inc. New York.
Cherry, J.P. dan K.H. McWatters. 1981. Whippability and Aeration. Dalam: Protein
Functionally in Food. American Chemical Society, Washington .D.C.

Dean, K. J., N. E. Edwards dan C. A. Russeli. 1980. Physics and Chemistry of
Baking. 3rd ed. Applied Science Publisher, London.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta..
Hammershoj, M. dan J. Andersen. 2002. Egg processing focus on the functional


0 komentar on "Organoleptik (SMAK Makassar)"

Posting Komentar

Kamis, 02 Mei 2013

Organoleptik (SMAK Makassar)


JURNAL ORGANOLEPTIK (MAKANAN JADI)
ANGEL FOOD CAKE
YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH


ANDI DESVI SASTRI M
3B
104483



SEKOLAH MENENGAH KIMIA ANALIS
MAKASSAR
2013




                                                                                                                                                                                                                                                                 



i
RINGKASAN
Telur merupakan bahan pangan yang memiliki berbagai sifat fungsional yang
dapat dimanfaatkan dalam pengolahan berbagai produk pangan. Berbagai industri
pengolahan pangan menggunakan telur sebagai ingredient penting dalam pengolahan
produk, namun penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama seringkali sulit
terpenuhi karena kandungan nutrisi yang tinggi menjadikan telur sebagai pangan
yang mudah rusak (perishable food). Perlakuan pengawetan diperlukan untuk
mempertahankan daya simpan telur. Salah satu metode pengawetan telur adalah
dengan pengeringan. Metode yang sering digunakan untuk pengeringan putih telur
adalah pan drying karena dalam pengerjaannya lebih mudah dan murah.
Kelemahan dari proses pengeringan adalah terjadinya reaksi Maillard antara
gula pereduksi (glukosa) dan asam-asam amino ketika telur dikeringkan. Akibatnya
terjadi warna serta aroma yang tidak diinginkan pada produk tepung putih telur. Hal
ini dapat dicegah dengan perlakuan desugarisasi, yaitu proses penghilangan glukosa.
Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan
dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu desugarisasi yang
berbeda pada pembuatan tepung putih telur terhadap sifat fisik dan organoleptik
angel food cake. Alasan pemilihan angel food cake adalah karena angel food cake
sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu cara yang paling tepat dalam menilai
kualitas daya membuih putih telur.
Penelitian didahului dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan
putih telur ayam ras umur sehari yang kemudian diberi perlakuan lama desugarisasi
1, 2,5 dan 4 jam. Tepung putih telur yang didapat kemudian dijadikan salah satu
bahan baku dalam membuat angel food cake. Selanjutnya angel food cake tersebut
diuji sifat fisik dan organoleptiknya. Sifat fisik meliputi uji porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Uji organoleptik menggunakan uji
kesukaan terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam
tidak berpengaruh terhadap fisik dan organoleptik angel food cake.






                                                                                                                   1
PENDAHULUAN                                            

Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang memiliki susunan gizi
lengkap dan berimbang karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh
manusia. Sebagai bahan pangan, telur tidak hanya bermanfaat sebagai sumber
protein hewani yang berkualitas namun juga merupakan ingredient yang penting
dalam pembuatan berbagai produk makanan.
Penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama seringkali tidak dapat
dipenuhi karena sifat telur yang mudah rusak (perishable food). Kerusakan telur
dapat dicegah dengan perlakuan pengawetan. Pembuatan tepung telur merupakan
salah satu cara pengawetan telur. Tepung telur didapat dengan cara mengurangi atau
meminimalkan kadar air yang terkandung di dalam telur sehingga tidak
memungkinkan mikroorganisme tumbuh di dalamnya dan umur simpan telur lebih
panjang.
Pembuatan tepung telur dapat dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya metode spray drying, foaming drying dan pan drying. Metode yang biasa
digunakan dalam pembuatan tepung putih telur adalah metode pan drying.
Metode pan drying merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan
dan membutuhkan biaya yang lebih murah. Pembuatan tepung putih telur dengan
metode pan drying memiliki kelemahan, antara lain terjadinya reaksi Maillard antara
glukosa dan asam amino yang menyebabkan warna kecoklatan. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode yang dapat mengatasi masalah tersebut. Desugarisasi
merupakan metode yang dapat dilakukan untuk mencegah reaksi Maillard.
Desugarisasi dilakukan dengan merombak glukosa dalam putih telur menggunakan
khamir Saccharomyces cereviceae. Desugarisasi juga sangat membantu dalam
mempertahankan salah satu sifat fungsional putih telur yaitu daya membuih putih
telur serta menurunkan viskositasnya sehingga mempermudah pengeringan.
Pengujian sifat fisik dan fungsional tepung putih telur menunjukkan bahwa
lama desugarisasi mempengaruhi kadar air, daya dan kestabilan buih tepung putih
telur (Puspitasari, 2006). Pada penelitian ini ingin diketahui apakah lama
desugarisasi berpengaruh juga terhadap sifat fisik dan organoleptik hasil olahan
tepung putih telur yang dihasilkan. Jenis olahan yang dicoba adalah angel food cake.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama desugarisasi pada
proses pengeringan putih telur terhadap kualitas fisik dan organoleptik angel food
cake.



2
II. TINJAUAN PUSTAKA

*      Telur Ayam

Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu 58% putih telur, 31% kuning
telur dan 11% kerabang.
Bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori dengan bentuk yang tidak
beraturan sebagai jalan keluar-masuknya atau pertukaran air, gas dan bakteri ke
dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang /cm2 luas
permukaan kulit telur. Berukuran sangat kecil sekitar 0,01-0,07 mm2 dan tersebar di
seluruh permukaan kulit telur (Sirait, 1986).
Kuning telur dikelilingi oleh membran vitelin yang memisahkannya dengan
putih telur. Antara kuning dan putih telur dihubungkan oleh khalaza yang berbentuk
seperti tali terpilin, berfungsi untuk mempertahankan letak kuning telur agar tetap
berada di tengah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur memiliki kandungan
padatan sebesar 50% dan sebagian besar terdiri dari lemak, yaitu sekitar 32-36% dari
kandungan kuning telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Putih telur atau albumen tersusun oleh lapisan encer luar, lapisan kental luar,
lapisan encer dalam dan lapisan kalaza atau lapisan kental dalam. Air merupakan
komponen utama albumen. Kandungan padatan dalam putih telur berkisar antara 11-13%.

*      Buih Putih Telur

Daya dan Stabilitas Buih
Buih merupakan dispersi koloid dari suatu fase gas yang terdispersi dalam
fase cair (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pembentukan buih dari bagian putih telur
dilakukan dengan pengocokan. Pengocokan dapat menggunakan tenaga tangan atau
dengan bantuan mesin pengocok telur (Sirait, 1986). Saat putih telur dikocok,
gelembung udara terperangkap dalam cairan albumen dan membentuk buih.
Buih yang terbentuk dari pengocokan putih telur merupakan komponen yang
penting dalam pembuatan berbagai produk makanan seperti cake. Daya dan
kestabilan buih yang tinggi akan berperan penting dalam pembentukan film yang
stabil untuk mengikat gas dalam pembuatan angel food cake (Winarno dan Koswara,
2002). Dalam proses pembuatan cake, udara dalam gelembung buih akan memuai
ketika dipanaskan dan putih telur yang menyelubunginya meregang kemudian
membentuk struktur pori pada cake (Vail et al., 1978). Daya buih yang tinggi
memiliki ukuran buih yang besar sehingga saat dipanggang ukuran remah cake yang
dihasilkan juga besar (Melvyna, 2005).
Buih yang baik adalah yang memiliki kemampuan dan kestabilan buih yang
baik. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan bahwa daya buih merupakan
ukuran kemampuan putih telur dalam membentuk buih jika dikocok dan biasanya
dinyatakan dalam presentase terhadap putih telur. Berdasarkan pernyataan tersebut ,
maka daya buih dapat dinyatakan dengan rumus:
Daya buih = volume buih (ml) x 100%
Volume putih telur (ml)
Dasar pembentukan buih yang stabil adalah cairan dengan kekuatan regangan
atau elastisitas tinggi.
.                
3
*      Tepung Putih Telur
Pengawetan telur yang sering dilakukan diantaranya adalah dengan proses
pengeringan. Proses pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung
telur atau telur bubuk. Tepung telur atau disebut juga telur kering/puder merupakan
salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan
dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu (1) produk putih telur dan (2) produk
telur penuh serta kuning telur. Produk putih telur pada dasarnya bebas lemak,
sedangkan produk telur utuh dan kuning telur mengandung lemak yang berikatan
dengan protein dan komponen lain dari kuning telur (Bergquist., 1964 dalam
Stadelman dan Cotteril, 1995).
Tepung putih telur umumnya digunakan sebagai pelapis kue, kue-kue yang
mementingkan sifat koagulasi protein dan campuran kue yang mementingkan daya
pembusaan (Sirait, 1986). Oleh karena itu, tepung putih telur yang dihasilkan harus
memiliki sifat-sifat fungsional dan sifat fisikokimia seperti telur segar. Keadaan
tersebut dapat dijaga antara lain dengan perlakuan desugarisasi.
Desugarisasi
Desugarisasi merupakan suatu proses enzimatik atau fermentasi mikrobial
untuk menyingkirkan sejumlah kecil glukosa yang terdapat secara alami pada putih
telur karena dapat menyebabkan rasa yang tidak diinginkan dan warna kecoklatan
pada tepung telur (Vail et al., 1978). Menurut HammershÖj dan Andersen (2002),
albumen telur difermentasi untuk menyingkirkan glukosa, yang pada proses
pengeringan dapat bereaksi dengan asam-asam amino dalam reaksi Maillard dan
menghasilkan warna kecoklatan yang tidak diinginkan pada tepung putih telur.
Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan
dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya (Hill dan Sebring, 1973 dalam
Stadelman dan Cotteril, 1995).


*      Cake
Cake merupakan salah satu jenis penganan yang dibuat dari pencampuran
terigu (Vail et al., 1978). Hingga saat ini terdapat berbagai macam variasi cake,
namun terdapat beberapa jenis cake yang paling umum digunakan, yaitu:

1. Angel food cake, merupakan cake yang dibuat tanpa menggunakan lemak dan
hanya menggunakan putih telur (Vail et al., 1978)
2. Sponge cake, merupakan cake yang dibuat menggunakan telur utuh (Matz,
1992). Namun terkadang penggunaan putih telur lebih banyak dari kuning
telur atau beberapa sponge cake dibuat hanya dengan menggunakan kuning
telur (Vail et al., 1978)
3. Chiffon cake, merupakan cake yang dibuat menggunakan putih telur dan
kuning telur yang dikocok secara terpisah. Chiffon cake memiliki
karakteristik antara kue berlemak dan kue berkarakteristik buih (Vail et al.,
1978)
4. Pound cake, merupakan cake yang jumlah telur dan terigunya sama yaitu
masing-masing 1 pound (250 gram) (Bogasari, 2005).





4
*      Angel food Cake
Angel food cake adalah cake yang didasarkan pada buih putih telur dan tidak
mengandung lemak serta terdiri dari 43,67% putih telur (Matz, 1992). Menurut cara
sederhana, angel food cake dibuat dalam dua tahapan proses:
(1) Putih telur dikocok,dapat dilakukan dengan atau tanpa gula. Sisa gula kemudian dikocok berikutnya;
 (2) pengocokan adonan setelah ditambahkan tepung menggunakan pengocokan
minimum yang diperlukan untuk mendistribusikan bahan-bahan yang digunakan agar
merata. Alasan urutan tahap penambahan tersebut adalah untuk meminimalkan
pengaruh kolapsnya buih akibat kontak antara lemak tepung dengan larutan protein
(Matz, 1992).
Angel food cake sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu uji yang paling
tepat dalam menguji sifat daya membuih putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Kualitas angel food cake dapat diamati secara fisik dan organoleptik. Kualitas angel
food cake secara fisik dapat diketahui dengan cara mengukur porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik serta keempukannya. Secara organoleptik dapat
dilakukan penilaian terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food
cake.
Penilaian angel food cake secara organoleptik dapat dilakukan dengan uji
hedonik atau kesukaan. Uji hedonik merupakan uji penerimaan. Panelis akan diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap
suatu produk menggunakan skala tingkat kesukaan atau disebut skala hedonik
(Rahayu, 2001). Hal-hal yang mempengaruhi kualitas fisik dan organoleptik angel
food cake antara lain resep, bahan-bahan yang digunakan, proses pencampuran atau
pengocokan serta proses pemanggangan.


*      Bahan Baku Angel food Cake
Tiga bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur, gula
dan tepung terigu. Selanjutnya ditambahkan juga sejumlah kecil cream of tartar,
garam dan penambah cita rasa (Brown, 2000).
1. Tepung Terigu. Karakteristik tepung memiliki peranan penting dalam kualitas akhir
angel food cake. Tepung terigu yang digunakan memiliki kontribusi terhadap
kekuatan dan daya kenyal cake (Matz, 1992).
Menurut Winarno (1992), terigu mengandung protein 7 sampai 22%. Protein
glutenin dan gliadin bila dicampur dengan air akan membentuk matriks gluten.
Gluten berfungsi sebagai pembentuk struktur adonan (Vail et al., 1978) dan penahan
gas pengembang (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Gluten adalah suatu senyawa
pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam
pembuatan roti (Bogasari, 2005). Selain glutenin dan gliadin, komponen utama terigu
adalah pati. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan
menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap hanya mencapai
30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air akibat pemanasan
merupakan pembengkakkan yang sesungguhnya dan bersifat tidak dapat kembali
pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi (Winarno, 1992).

2. Telur. Salah satu bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur.
Putih telur mengandung protein tinggi (sekitar 9,7-10,6%), sedikit sekali lemak
(sekitar 0,3%) dan mempunyai sifat fisikokimia berupa daya buih dan daya koagulasi
yang penting dalam pembuatan produk cake (Stadelman dan Cotterill, 1995 dan
Matz, 1992). Menurut Matz (1992), putih telur encer mampu membuih lebih cepat
5
dari putih telur kental, namun putih telur kental dapat menghasilkan kestabilan buih
yang lebih baik. Koagulasi protein putih telur berperan penting dalam pembentukan
struktur cake saat pemanggangan. Koagulasi protein akibat pemanasan menyebabkan
terjadinya reaksi antara protein dengan air yang diikuti dengan terjadinya
penggumpalan protein (Sirait, 1986). Koagulasi putih telur oleh panas dapat terjadi
pada suhu 57 oC dalam periode waktu yang lama, namun umumnya terjadi pada suhu
62 oC (Romanoff dan Romanoff, 1963).

3.Gula. Gula berperan dalam memberi cita rasa /flavor pada kue serta berfungsi
sebagai pelembut. Penambahan gula dalam jumlah banyak akan melembutkan gluten,
namun penambahan level gula melebihi batas tertentu dapat memperlambat
pengembangan. Hal ini disebabkan sejumlah besar gula akan bertindak sebagai
bahan pengawet (Vail et al., 1978). Wiranatakusumah et al. (1992) menyatakan
bahwa penambahan gula ke dalam adonan akan membuat adonan mengembang lebih
cepat, namun penggunaan jumlah gula yang lebih banyak dari tepungnya akan
membuat produk kue mudah kolaps (runtuh). Vail et al. (1978) selanjutnya
menambahkan bahwa selain sebagai pelembut, gula juga memiliki kontribusi dalam
memberikan warna coklat pada lapisan kulit cake selama pemanggangan.

4. Cream Of Tartar. Penambahan cream of tartar pada pembuatan angel food cake
adalah untuk membuat buih yang merupakan struktur pembentuk adonan menjadi
lebih stabil (Vail et al., 1978). Garam asam berfungsi mengatur pH putih telur ke
level yang kondusif untuk memaksimumkan kelarutan protein dan mengurangi
denaturasinya selama pengocokan. Tanpa penambahan garam asam, buih tidak akan
mencapai potensi spesifik volume yang maksimum dan menyebabkan tekstur cake
yang lebih kasar. Penambahan cream of tartar umumnya dengan kisaran 1-2% dari
putih telur (Matz, 1992).

5. Garam. Garam memiliki peran penting dalam memberikan flavor yang normal pada
produk cake.

*      Sifat Organoleptik.
 Penilaian sifat organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji
kesukaan (hedonik) terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food
cake. Warna cake yang dinilai adalah bagian tengah cake yang tidak menempel pada
loyang saat proses pemanggangan. Penampakan umum yang diamati berupa kesan
umum panelis terhadap keseluruhan penampakan cake. Aroma cake dinilai dengan
membaui sampel cake. Rasa cake dinilai panelis dengan mencicipi sampel cake.
Penilaian dilakukan dengan 5 tingkatan skala mutu, yaitu
1.) Sangat suka, 2.) Suka, 3.) Netral, 4.) Tidak suka, 5.) Sangat tidak suka.
Uji ini menggunakan panelis tidak
terlatih sebanyak 80 orang dari kalangan mahasiswa Fakultas peternakan IPB. Untuk
mendapatkan panelis sebanyak 80 orang, penyaji membuat undangan lisan dan
pengumuman yang dipasang di depan ruang pengujian.

Analisa Data
Hasil uji fisik angel food cake yang didapat dianalisis dengan analisis sidik
ragam. Data hasil uji organoleptik angel food cake dianalisis menggunakan analisis
statistik non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap tingkat kesukaan panelis.

6
Prosedur
Penelitian ini terdiri dari pembuatan tepung putih telur dan pembuatan angel
food cake yang dilanjutkan dengan uji fisik (uji porositas, nisbah pengembangan,
volume spesifik dan keempukan) dan uji hedonik terhadap warna, penampakan
umum, aroma dan rasa angel food cake.


*      Pembuatan Tepung Putih Telur
Penelitian diawali dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan
metode pan drying. Telur yang digunakan adalah telur ayam ras umur 1 hari.
Pembuatan tepung putih telur diawali dengan mencuci telur yang akan digunakan
menggunakan air hangat (35-40oC) lalu ditiriskan. Telur dipecah dan dipisahkan
antara bagian putih dan kuningnya. Putih telur dihomogenisasi dan ditimbang
sebanyak ± 290 gram lalu ditambah asam sitrat sebanyak 3,3% dari bobot putih telur
yang digunakan yaitu 9,57 gram. Putih telur yang telah ditambahkan asam sitrat
dipasteurisasi secara double wall dengan suhu 60-65 oC selama ± 3 menit kemudian
dituang ke dalam loyang dengan ketebalan putih telur 6 mm. Putih telur didinginkan
hingga mencapai suhu 30oC, setelah itu ditambahkan ragi sebanyak 0,3% dari bobot
putih telur yaitu ± 0,87 gram dan dilakukan desugarisasi selama 1, 2,5 dan 4 jam.
Putih telur dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 oC selama 42 jam.
Hasil pengeringan telur berupa flake. Flake yang diperoleh ditepungkan
menggunakan blender kering. Tepung telur yang telah terbentuk segera dikemas
dalam pengemas kedap udara untuk menghindari kontak dengan udara.

*      Pembuatan  Angel  food Cake
Prosedur pembuatan angel food cake menggunakan modifikasi dari metode
pembuatan angel food cake yang terdapat dalam Matz (1992).
Pembuatan angel food cake diawali dengan rehidrasi terhadap tepung putih
telur yang digunakan. Tahap rehidrasi adalah mencampurkan 10 gram tepung putih
telur bersama 100 ml air matang dengan suhu 21 0C. Selanjutnya campuran tersebut
dihomogenkan dengan electric hand mixer kecepatan terendah (skala kecepatan 1)
selama 1 menit.
Tepung telur yang telah direhidrasi dikocok bersama 1 gram cream of tartar
dan 2 gram garam menggunakan electric hand mixer dengan skala kecepatan
tertinggi selama 3 menit. Setelah itu ditambahkan gula halus sebanyak 45 gram,
yaitu 50% dari jumlah gula yang digunakan. Setelah penambahan gula, selanjutnya
pengocokan dilakukan dengan kecepatan terendah dengan selang pengocokan
masing-masing 1 menit. Kemudian ditambahkan 50% gula berikutnya (45 gram),
lalu tepung terigu 35 gram dan 1 gram vanila dikocok rata ke dalam adonan. Adonan
dituang ke dalam loyang yang telah ditimbang kemudian diukur volumenya (panjang
x lebar x tinggi adonan) dan dipanggang pada suhu 177O C selama 40 menit.
Setelah matang, angel food cake didinginkan selama ± 30 menit dan diukur
volumenya dengan metode seed displacement menggunakan wijen. Sebelum diisi
adonan, volume loyang diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang.
kemudian banyaknya wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan
gelas ukur sehingga didapat volume loyang (a). Loyang yang berisi angel food cake
yang telah matang kembali diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang
yang berisi angel food cake matang, kemudian banyaknya wijen yang memenuhi
loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur (b). Volume angel food cake setelah
matang= a – b.

7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

*      Sifat Organoleptik Angel food Cake
Penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan umum, warna, aroma dan
rasa angel food cake dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan atau uji hedonik.
Pengaruh lamanya proses desugarisasi terhadap nilai rataan, modus dan persentase
panelis yang menerima warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake
disajikan pada Tabel 8. Persentase panelis yang menerima sifat organoleptik angel
food cake adalah panelis yang memberikan skala hedonik 1 (sangat suka) dan 2 (suka).

*      Warna
Warna angel food cake yang dihasilkan adalah putih kekuningan. Uji
Kruskal-Wallis menunjukkan kesukaan terhadap warna angel food cake dengan
perlakuan desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan lama
desugarisasi yang berbeda menyebabkan perbedaan kandungan air dan
karbondioksida yang tidak memiliki kontribusi terhadap pembentukan warna cake.

*      Penampakan Umum
Hasil uji Kruskal–Wallis menunjukkan bahwa pelakuan desugarisasi 1, 2,5
dan 4 jam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penampakan umum angel food
cake. Penampakan umum angel food cake sangat dipengaruhi oleh sifat fisiknya
secara umum, seperti porositas dan warna cake. Nilai porositas dan kesukaan panelis
terhadap warna angel food cake tidak berbeda nyata menyebabkan kesukaan panelis
terhadap penampakan umum angel food cake tidak berbeda nyata pula. Tabel 8
menunjukkan modus hasil uji kesukaan terhadap penampakan umum angel food cake
dengan ketiga perlakuan adalah suka. Rataan nilai kesukaan berkisar antara 2,23-
2,40. Persentase panelis yang menerima angel food cake adalah 55,00-68,75%.

*      Aroma
Uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap aroma
angel food cake. Rataan nilai kesukaan panelis terhadap aroma angel food cake
berkisar antara 2,35-2,39. Hasil uji kesukaan terhadap modus aroma angel food cake
adalah suka. Persentase penerimaan panelis terhadap rasa angel food cake sebesar
60,00- 66,25%. Meskipun proses desugarisasi telah dilakukan, namun reaksi
Maillard serta kamarelisasi masih terjadi dan menghasilkan komponen flavor pada
produk bakery (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Hal ini menyebabkan daya
terima panelis yang baik terhadap aroma cake.

*      Rasa
Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan rasa angel food cake tidak berbeda
nyata dengan lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam. Rasa angel food cake ditimbulkan
dari pencampuran berbagai bahan penyusun cake yang didominasi oleh rasa telur dan
vanili. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap rasa angel food cake sebesar 2,28-2,31.
Hasil uji kesukaan terhadap modus rasa angel food cake adalah suka. Warna yang
tidak diinginkan pada produk cake dapat dihindari dengan perlakuan desugarisasi, sehingga daya terima panelis terhadap rasa angel food cake pun baik. Persentase
penerimaan panelis terhadap rasa angel food cake berkisar antara 57,50 – 67,50%.




8


IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam pada
pembuatan tepung putih telur tidak berpengaruh terhadap sifat fisik dan organoleptik
angel food cake yang dihasilkan. Hasil uji hedonik terhadap sifat organoleptik angel
food cake menunjukkan modus suka. Persentase penerimaan panelis pun baik dengan
rataan di atas 50% terhadap produk angel food cake dengan ketiga perlakuan.





Saran
Berdasarkan penelitian ini, maka disarankan untuk diteliti lebih lanjut
mengenai lama desugarisasi 0-1 jam yang dapat memberi pengaruh signifikan
terhadap mutu fisik dan organoleptik angel food cake.































9
V. DAFTAR PUSTAKA


Aftasari, F. 2003. Sifat fisikokimia dan organoleptik sponge cake yang ditambah
tepung bekatul rendah lemak. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Alleoni, A.C.C. dan A.J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and s-ovalbumin
contens in eggs coated with whey protein concentrate. Rev. Bras. Cienc.
Avic. Vol.6. No.2. Campinas. Revistra Brasileira de Ciencia Avicola
.
Bailey, M.I. 1935. Foaming of Egg White. Dalam: Romanoff, A. L. dan A. J.
Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd ed. John Wiley and Sons, New York.

Barmore, M.A. 1934. The Influence of Chemical and Physical Factors On Egg-White
Foams. Dalam: Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg.
2nd ed. John Wiley and Sons, New York.

Berquist, D. H. 1964. Egg dehidration. Dalam: W. J. Stadelmen and O. J. Cotterill
(Editor). Egg Science and Technology. Food Products Press. An Imprint of
The Haworth Press, Inc., New York.

Bogasari. 2005. Seputar Pembuatan Cake. www.bogasariflour.com. [14 September
2005].

Brown, A. 2000. Understanding Food Principle and Preparations. Wadsworth.
Belmont.

Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons Inc. New York.
Cherry, J.P. dan K.H. McWatters. 1981. Whippability and Aeration. Dalam: Protein
Functionally in Food. American Chemical Society, Washington .D.C.

Dean, K. J., N. E. Edwards dan C. A. Russeli. 1980. Physics and Chemistry of
Baking. 3rd ed. Applied Science Publisher, London.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta..
Hammershoj, M. dan J. Andersen. 2002. Egg processing focus on the functional


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hetalia: Axis Powers - Liechtenstein

Followers

 

ANDI DESVI SASTRI Copyright 2008 Fashionholic Designed by Ipiet Templates Supported by Tadpole's Notez