JURNAL
ORGANOLEPTIK (MAKANAN JADI)
ANGEL FOOD CAKE
YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
ANDI
DESVI SASTRI M
3B
104483
SEKOLAH MENENGAH KIMIA ANALIS
MAKASSAR
2013
i
RINGKASAN
Telur merupakan bahan pangan yang memiliki
berbagai sifat fungsional yang
dapat dimanfaatkan dalam pengolahan berbagai produk pangan.
Berbagai industri
pengolahan pangan menggunakan telur sebagai ingredient penting dalam
pengolahan
produk, namun penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama
seringkali sulit
terpenuhi karena kandungan nutrisi yang tinggi menjadikan telur
sebagai pangan
yang mudah rusak (perishable food). Perlakuan pengawetan diperlukan untuk
mempertahankan daya simpan telur. Salah satu metode pengawetan
telur adalah
dengan pengeringan. Metode yang sering digunakan untuk pengeringan
putih telur
adalah pan drying karena dalam pengerjaannya lebih mudah dan murah.
Kelemahan dari proses pengeringan adalah terjadinya reaksi Maillard antara
gula pereduksi (glukosa) dan asam-asam amino ketika telur
dikeringkan. Akibatnya
terjadi warna serta aroma yang tidak diinginkan pada produk tepung
putih telur. Hal
ini dapat dicegah dengan perlakuan desugarisasi, yaitu proses penghilangan glukosa.
Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah
pengeringan
dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu desugarisasi yang
berbeda pada pembuatan tepung putih telur terhadap sifat fisik dan
organoleptik
angel food cake. Alasan pemilihan angel food cake adalah karena angel food cake
sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu cara yang paling tepat
dalam menilai
kualitas daya membuih putih telur.
Penelitian didahului dengan pembuatan tepung putih telur
menggunakan
putih telur ayam ras umur sehari yang kemudian diberi perlakuan
lama desugarisasi
1, 2,5 dan 4 jam. Tepung putih telur yang didapat kemudian
dijadikan salah satu
bahan baku dalam membuat angel food
cake. Selanjutnya angel
food cake tersebut
diuji sifat fisik dan organoleptiknya. Sifat fisik meliputi uji
porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Uji organoleptik
menggunakan uji
kesukaan terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama desugarisasi
1, 2,5 dan 4 jam
tidak
berpengaruh terhadap fisik dan organoleptik angel food cake.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur merupakan bahan pangan asal hewan
yang memiliki susunan gizi
lengkap dan berimbang karena mengandung
zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh
manusia. Sebagai bahan pangan, telur tidak
hanya bermanfaat sebagai sumber
protein hewani yang berkualitas namun juga
merupakan ingredient yang penting
dalam pembuatan berbagai produk makanan.
Penyimpanan telur dalam jangka waktu yang
lama seringkali tidak dapat
dipenuhi karena sifat telur yang mudah
rusak (perishable food). Kerusakan telur
dapat dicegah dengan perlakuan pengawetan.
Pembuatan tepung telur merupakan
salah satu cara pengawetan telur. Tepung
telur didapat dengan cara mengurangi atau
meminimalkan kadar air yang terkandung di
dalam telur sehingga tidak
memungkinkan mikroorganisme tumbuh di
dalamnya dan umur simpan telur lebih
panjang.
Pembuatan tepung telur dapat dilakukan
dengan beberapa metode,
diantaranya metode spray drying, foaming
drying dan pan drying. Metode yang biasa
digunakan dalam pembuatan tepung putih
telur adalah metode pan
drying.
Metode pan drying merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan
dan membutuhkan biaya yang lebih murah.
Pembuatan tepung putih telur dengan
metode pan drying memiliki kelemahan, antara lain terjadinya reaksi Maillard antara
glukosa dan asam amino yang menyebabkan
warna kecoklatan. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode yang dapat
mengatasi masalah tersebut. Desugarisasi
merupakan metode yang dapat dilakukan
untuk mencegah reaksi Maillard.
Desugarisasi dilakukan dengan merombak glukosa dalam putih telur
menggunakan
khamir Saccharomyces cereviceae. Desugarisasi
juga sangat membantu
dalam
mempertahankan salah satu sifat fungsional
putih telur yaitu daya membuih putih
telur serta menurunkan viskositasnya
sehingga mempermudah pengeringan.
Pengujian sifat fisik dan fungsional
tepung putih telur menunjukkan bahwa
lama desugarisasi mempengaruhi kadar air, daya dan kestabilan buih
tepung putih
telur (Puspitasari, 2006). Pada penelitian
ini ingin diketahui apakah lama
desugarisasi berpengaruh juga terhadap sifat fisik dan organoleptik
hasil olahan
tepung putih telur yang dihasilkan. Jenis olahan yang
dicoba adalah angel
food cake.
Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama desugarisasi
pada
proses
pengeringan putih telur terhadap kualitas fisik dan organoleptik angel food
cake.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Telur Ayam
Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu
58% putih telur, 31% kuning
telur dan 11% kerabang.
Bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori dengan bentuk yang
tidak
beraturan sebagai jalan keluar-masuknya atau pertukaran air, gas
dan bakteri ke
dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200
lubang /cm2 luas
permukaan kulit telur. Berukuran sangat kecil sekitar 0,01-0,07
mm2 dan tersebar di
seluruh permukaan kulit telur (Sirait, 1986).
Kuning telur dikelilingi oleh membran vitelin yang memisahkannya
dengan
putih telur. Antara kuning dan putih telur dihubungkan oleh
khalaza yang berbentuk
seperti tali terpilin, berfungsi untuk mempertahankan letak kuning
telur agar tetap
berada di tengah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur
memiliki kandungan
padatan sebesar 50% dan sebagian besar terdiri dari lemak, yaitu
sekitar 32-36% dari
kandungan kuning telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Putih telur atau albumen tersusun oleh lapisan encer luar, lapisan
kental luar,
lapisan encer dalam dan lapisan kalaza atau lapisan kental dalam.
Air merupakan
komponen utama albumen. Kandungan padatan dalam putih telur
berkisar antara 11-13%.
Buih Putih Telur
Daya
dan Stabilitas Buih
Buih merupakan dispersi koloid dari suatu
fase gas yang terdispersi dalam
fase cair (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pembentukan buih dari
bagian putih telur
dilakukan dengan pengocokan. Pengocokan dapat menggunakan tenaga
tangan atau
dengan bantuan mesin pengocok telur (Sirait, 1986). Saat putih
telur dikocok,
gelembung udara terperangkap dalam cairan albumen dan membentuk
buih.
Buih yang terbentuk dari pengocokan putih telur merupakan komponen
yang
penting dalam pembuatan berbagai produk makanan seperti cake. Daya dan
kestabilan buih yang tinggi akan berperan penting dalam
pembentukan film yang
stabil untuk mengikat gas dalam pembuatan angel
food cake (Winarno dan Koswara,
2002). Dalam proses pembuatan cake, udara dalam gelembung buih akan memuai
ketika dipanaskan dan putih telur yang menyelubunginya meregang
kemudian
membentuk struktur pori pada cake
(Vail et
al., 1978). Daya buih yang tinggi
memiliki ukuran buih yang besar sehingga saat dipanggang ukuran
remah cake yang
dihasilkan juga besar (Melvyna, 2005).
Buih yang baik adalah yang memiliki kemampuan dan kestabilan buih
yang
baik. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan bahwa daya buih
merupakan
ukuran kemampuan putih telur dalam membentuk buih jika dikocok dan
biasanya
dinyatakan dalam presentase terhadap putih telur. Berdasarkan
pernyataan tersebut ,
maka daya buih dapat dinyatakan dengan rumus:
Daya buih = volume buih (ml) x 100%
Volume putih telur (ml)
Dasar pembentukan buih yang stabil adalah cairan dengan kekuatan
regangan
atau elastisitas tinggi.
.
3
Tepung Putih Telur
Pengawetan telur yang sering dilakukan diantaranya adalah dengan
proses
pengeringan.
Proses pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung
telur
atau telur bubuk. Tepung telur atau disebut juga telur kering/puder merupakan
salah
satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan
dibedakan
menjadi dua kategori dasar, yaitu (1) produk putih telur dan (2) produk
telur
penuh serta kuning telur. Produk putih telur pada dasarnya bebas lemak,
sedangkan
produk telur utuh dan kuning telur mengandung lemak yang berikatan
dengan
protein dan komponen lain dari kuning telur (Bergquist., 1964 dalam
Stadelman
dan Cotteril, 1995).
Tepung
putih telur umumnya digunakan sebagai pelapis kue, kue-kue yang
mementingkan
sifat koagulasi protein dan campuran kue yang mementingkan daya
pembusaan
(Sirait, 1986). Oleh karena itu, tepung putih telur yang dihasilkan harus
memiliki
sifat-sifat fungsional dan sifat fisikokimia seperti telur segar. Keadaan
tersebut
dapat dijaga antara lain dengan perlakuan desugarisasi.
Desugarisasi
Desugarisasi
merupakan suatu proses enzimatik atau
fermentasi mikrobial
untuk
menyingkirkan sejumlah kecil glukosa yang terdapat secara alami pada putih
telur
karena dapat menyebabkan rasa yang tidak diinginkan dan warna kecoklatan
pada
tepung telur (Vail et al.,
1978). Menurut HammershÖj
dan Andersen (2002),
albumen
telur difermentasi untuk menyingkirkan glukosa, yang pada proses
pengeringan
dapat bereaksi dengan asam-asam amino dalam reaksi Maillard
dan
menghasilkan
warna kecoklatan yang tidak diinginkan pada tepung putih telur.
Proses
desugarisasi juga
sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
albumen
serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan
dan
bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya (Hill dan Sebring, 1973 dalam
Stadelman
dan Cotteril, 1995).
Cake
Cake merupakan salah satu jenis
penganan yang dibuat dari pencampuran
terigu
(Vail et al.,
1978). Hingga saat ini terdapat berbagai macam variasi cake,
namun
terdapat beberapa jenis cake yang paling umum digunakan, yaitu:
1.
Angel food cake,
merupakan cake yang
dibuat tanpa menggunakan lemak dan
hanya
menggunakan putih telur (Vail et al., 1978)
2.
Sponge cake,
merupakan cake yang
dibuat menggunakan telur utuh (Matz,
1992).
Namun terkadang penggunaan putih telur lebih banyak dari kuning
telur
atau beberapa sponge cake dibuat
hanya dengan menggunakan kuning
telur
(Vail et al.,
1978)
3.
Chiffon cake,
merupakan cake yang
dibuat menggunakan putih telur dan
kuning
telur yang dikocok secara terpisah. Chiffon cake
memiliki
karakteristik
antara kue berlemak dan kue berkarakteristik buih (Vail et al.,
1978)
4.
Pound cake,
merupakan cake yang
jumlah telur dan terigunya sama yaitu
masing-masing
1 pound (250 gram) (Bogasari, 2005).
4
Angel food Cake
Angel food cake adalah cake yang didasarkan pada buih putih
telur dan tidak
mengandung
lemak serta terdiri dari 43,67% putih telur (Matz, 1992). Menurut cara
sederhana,
angel food cake dibuat
dalam dua tahapan proses:
(1)
Putih telur dikocok,dapat dilakukan dengan atau tanpa gula. Sisa gula kemudian
dikocok berikutnya;
(2) pengocokan adonan setelah ditambahkan
tepung menggunakan pengocokan
minimum
yang diperlukan untuk mendistribusikan bahan-bahan yang digunakan agar
merata.
Alasan urutan tahap penambahan tersebut adalah untuk meminimalkan
pengaruh
kolapsnya buih akibat kontak antara lemak tepung dengan larutan protein
(Matz,
1992).
Angel food cake sudah sejak lama
dikenal sebagai salah satu uji yang paling
tepat
dalam menguji sifat daya membuih putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Kualitas
angel food cake dapat
diamati secara fisik dan organoleptik. Kualitas angel
food
cake secara fisik dapat diketahui dengan cara
mengukur porositas, nisbah
pengembangan,
volume spesifik serta keempukannya. Secara organoleptik dapat
dilakukan
penilaian terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food
cake.
Penilaian angel food cake secara organoleptik dapat dilakukan dengan uji
hedonik
atau kesukaan. Uji hedonik merupakan uji penerimaan. Panelis akan diminta
mengungkapkan
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap
suatu
produk menggunakan skala tingkat kesukaan atau disebut skala hedonik
(Rahayu,
2001). Hal-hal yang mempengaruhi kualitas fisik dan organoleptik angel
food
cake antara lain resep, bahan-bahan yang
digunakan, proses pencampuran atau
pengocokan
serta proses pemanggangan.
Bahan Baku Angel food Cake
Tiga bahan utama dalam pembuatan angel
food cake adalah putih telur, gula
dan
tepung terigu. Selanjutnya ditambahkan juga sejumlah kecil cream of tartar,
garam
dan penambah cita rasa (Brown, 2000).
1.
Tepung Terigu. Karakteristik tepung memiliki
peranan penting dalam kualitas akhir
angel
food cake. Tepung terigu yang digunakan memiliki kontribusi
terhadap
kekuatan
dan daya kenyal cake (Matz,
1992).
Menurut
Winarno (1992), terigu mengandung protein 7 sampai 22%. Protein
glutenin
dan gliadin bila dicampur dengan air akan membentuk matriks gluten.
Gluten
berfungsi sebagai pembentuk struktur adonan (Vail et
al., 1978) dan penahan
gas
pengembang (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Gluten adalah suatu senyawa
pada
tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam
pembuatan
roti (Bogasari, 2005). Selain glutenin dan gliadin, komponen utama terigu
adalah
pati. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan
menyerap
air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap hanya mencapai
30%.
Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air akibat pemanasan
merupakan
pembengkakkan yang sesungguhnya dan bersifat tidak dapat kembali
pada
kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi (Winarno, 1992).
2.
Telur. Salah satu bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur.
Putih
telur mengandung protein tinggi (sekitar 9,7-10,6%), sedikit sekali lemak
(sekitar
0,3%) dan mempunyai sifat fisikokimia berupa daya buih dan daya koagulasi
yang
penting dalam pembuatan produk cake (Stadelman dan Cotterill, 1995 dan
Matz,
1992). Menurut Matz (1992), putih telur encer mampu membuih lebih cepat
5
dari
putih telur kental, namun putih telur kental dapat menghasilkan kestabilan buih
yang
lebih baik. Koagulasi protein putih telur berperan penting dalam pembentukan
struktur
cake saat
pemanggangan. Koagulasi protein akibat pemanasan menyebabkan
terjadinya
reaksi antara protein dengan air yang diikuti dengan terjadinya
penggumpalan
protein (Sirait, 1986). Koagulasi putih telur oleh panas dapat terjadi
pada
suhu 57 oC dalam periode waktu
yang lama, namun umumnya terjadi pada suhu
62
oC (Romanoff dan Romanoff, 1963).
3.Gula.
Gula berperan dalam memberi cita rasa /flavor
pada kue serta berfungsi
sebagai
pelembut. Penambahan gula dalam jumlah banyak akan melembutkan gluten,
namun
penambahan level gula melebihi batas tertentu dapat memperlambat
pengembangan.
Hal ini disebabkan sejumlah besar gula akan bertindak sebagai
bahan
pengawet (Vail et al.,
1978). Wiranatakusumah et al. (1992) menyatakan
bahwa
penambahan gula ke dalam adonan akan membuat adonan mengembang lebih
cepat,
namun penggunaan jumlah gula yang lebih banyak dari tepungnya akan
membuat
produk kue mudah kolaps (runtuh). Vail et
al. (1978) selanjutnya
menambahkan
bahwa selain sebagai pelembut, gula juga memiliki kontribusi dalam
memberikan
warna coklat pada lapisan kulit cake selama pemanggangan.
4.
Cream Of Tartar. Penambahan cream of tartar pada pembuatan angel food cake
adalah
untuk membuat buih yang merupakan struktur pembentuk adonan menjadi
lebih
stabil (Vail et al.,
1978). Garam asam berfungsi mengatur pH putih telur ke
level
yang kondusif untuk memaksimumkan kelarutan protein dan mengurangi
denaturasinya
selama pengocokan. Tanpa penambahan garam asam, buih tidak akan
mencapai
potensi spesifik volume yang maksimum dan menyebabkan tekstur cake
yang
lebih kasar. Penambahan cream of tartar umumnya dengan kisaran 1-2% dari
putih
telur (Matz, 1992).
5.
Garam. Garam memiliki peran penting dalam memberikan
flavor yang normal pada
produk
cake.
Sifat Organoleptik.
Penilaian sifat organoleptik dilakukan dengan
menggunakan uji
kesukaan (hedonik) terhadap warna, penampakan umum,
aroma dan rasa angel food
cake. Warna cake yang dinilai adalah bagian tengah
cake yang tidak menempel pada
loyang saat proses pemanggangan. Penampakan umum
yang diamati berupa kesan
umum panelis terhadap keseluruhan penampakan cake.
Aroma cake dinilai dengan
membaui sampel cake. Rasa cake dinilai panelis
dengan mencicipi sampel cake.
Penilaian dilakukan dengan 5 tingkatan skala mutu,
yaitu
1.) Sangat suka, 2.) Suka, 3.) Netral, 4.) Tidak
suka, 5.) Sangat tidak suka.
Uji ini menggunakan panelis tidak
terlatih sebanyak 80 orang dari kalangan mahasiswa
Fakultas peternakan IPB. Untuk
mendapatkan panelis sebanyak 80 orang, penyaji
membuat undangan lisan dan
pengumuman yang dipasang di depan ruang pengujian.
Analisa Data
Hasil uji fisik angel food cake yang didapat
dianalisis dengan analisis sidik
ragam. Data hasil uji organoleptik angel food cake
dianalisis menggunakan analisis
statistik non parametrik Kruskal-Wallis untuk
mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap tingkat kesukaan panelis.
6
Prosedur
Penelitian ini terdiri dari pembuatan tepung putih
telur dan pembuatan angel
food cake yang dilanjutkan dengan uji fisik (uji
porositas, nisbah pengembangan,
volume spesifik dan keempukan) dan uji hedonik
terhadap warna, penampakan
umum, aroma dan rasa angel food cake.
Pembuatan Tepung Putih Telur
Penelitian diawali dengan pembuatan
tepung putih telur menggunakan
metode pan drying. Telur yang digunakan adalah
telur ayam ras umur 1 hari.
Pembuatan tepung putih telur diawali dengan mencuci
telur yang akan digunakan
menggunakan air hangat (35-40oC) lalu ditiriskan.
Telur dipecah dan dipisahkan
antara bagian putih dan kuningnya. Putih telur
dihomogenisasi dan ditimbang
sebanyak ± 290 gram lalu ditambah asam sitrat
sebanyak 3,3% dari bobot putih telur
yang digunakan yaitu 9,57 gram. Putih telur yang
telah ditambahkan asam sitrat
dipasteurisasi secara double wall dengan suhu 60-65
oC selama ± 3 menit kemudian
dituang ke dalam loyang dengan ketebalan putih
telur 6 mm. Putih telur didinginkan
hingga
mencapai suhu 30oC, setelah itu
ditambahkan ragi sebanyak 0,3% dari bobot
putih
telur yaitu ± 0,87 gram dan dilakukan desugarisasi
selama 1, 2,5 dan 4 jam.
Putih
telur dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 oC selama 42 jam.
Hasil
pengeringan telur berupa flake. Flake yang
diperoleh ditepungkan
menggunakan
blender kering. Tepung telur yang telah terbentuk segera dikemas
dalam
pengemas kedap udara untuk menghindari kontak dengan udara.
Pembuatan Angel food Cake
Prosedur
pembuatan angel food cake menggunakan
modifikasi dari metode
pembuatan
angel food cake yang
terdapat dalam Matz (1992).
Pembuatan
angel food cake diawali
dengan rehidrasi terhadap tepung putih
telur
yang digunakan. Tahap rehidrasi adalah mencampurkan 10 gram tepung putih
telur
bersama 100 ml air matang dengan suhu 21 0C. Selanjutnya campuran tersebut
dihomogenkan
dengan electric hand mixer kecepatan terendah (skala kecepatan 1)
selama
1 menit.
Tepung
telur yang telah direhidrasi dikocok bersama 1 gram cream
of tartar
dan
2 gram garam menggunakan electric hand mixer
dengan skala kecepatan
tertinggi
selama 3 menit. Setelah itu ditambahkan gula halus sebanyak 45 gram,
yaitu
50% dari jumlah gula yang digunakan. Setelah penambahan gula, selanjutnya
pengocokan
dilakukan dengan kecepatan terendah dengan selang pengocokan
masing-masing
1 menit. Kemudian ditambahkan 50% gula berikutnya (45 gram),
lalu
tepung terigu 35 gram dan 1 gram vanila dikocok rata ke dalam adonan. Adonan
dituang
ke dalam loyang yang telah ditimbang kemudian diukur volumenya (panjang
x
lebar x tinggi adonan) dan dipanggang pada suhu 177O
C selama 40 menit.
Setelah
matang, angel food cake didinginkan
selama ± 30 menit dan diukur
volumenya
dengan metode seed displacement menggunakan
wijen. Sebelum diisi
adonan,
volume loyang diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang.
kemudian
banyaknya wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan
gelas
ukur sehingga didapat volume loyang (a). Loyang yang berisi angel food cake
yang
telah matang kembali diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang
yang
berisi angel food cake matang,
kemudian banyaknya wijen yang memenuhi
loyang
tersebut diukur menggunakan gelas ukur (b). Volume angel
food cake setelah
matang=
a – b.
7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Organoleptik Angel food Cake
Penilaian tingkat kesukaan terhadap
penampakan umum, warna, aroma dan
rasa angel food cake dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan atau uji hedonik.
Pengaruh lamanya proses desugarisasi
terhadap nilai rataan, modus dan persentase
panelis yang menerima warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake
disajikan pada Tabel 8. Persentase panelis yang menerima sifat
organoleptik angel
food cake adalah panelis yang
memberikan skala hedonik 1 (sangat suka) dan 2 (suka).
Warna
Warna angel
food cake yang dihasilkan adalah putih kekuningan. Uji
Kruskal-Wallis menunjukkan kesukaan terhadap warna angel food cake dengan
perlakuan desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan lama
desugarisasi yang berbeda
menyebabkan perbedaan kandungan air dan
karbondioksida yang tidak memiliki kontribusi terhadap pembentukan
warna cake.
Penampakan Umum
Hasil uji Kruskal–Wallis menunjukkan bahwa pelakuan desugarisasi 1, 2,5
dan
4 jam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penampakan umum angel food
cake. Penampakan umum angel food cake sangat dipengaruhi oleh sifat fisiknya
secara
umum, seperti porositas dan warna cake. Nilai porositas dan kesukaan panelis
terhadap
warna angel food cake tidak
berbeda nyata menyebabkan kesukaan panelis
terhadap
penampakan umum angel food cake tidak berbeda nyata pula. Tabel 8
menunjukkan
modus hasil uji kesukaan terhadap penampakan umum angel
food cake
dengan
ketiga perlakuan adalah suka. Rataan nilai kesukaan berkisar antara 2,23-
2,40. Persentase panelis yang menerima angel
food cake adalah 55,00-68,75%.
Aroma
Uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap
aroma
angel
food cake. Rataan nilai kesukaan panelis terhadap
aroma angel food cake
berkisar
antara 2,35-2,39. Hasil uji kesukaan terhadap modus aroma angel food cake
adalah
suka. Persentase penerimaan panelis terhadap rasa angel
food cake sebesar
60,00-
66,25%. Meskipun proses desugarisasi telah dilakukan, namun reaksi
Maillard
serta kamarelisasi masih terjadi dan
menghasilkan komponen flavor pada
produk
bakery (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Hal ini menyebabkan daya
terima
panelis yang baik terhadap aroma cake.
Rasa
Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan rasa angel
food cake tidak berbeda
nyata
dengan lama desugarisasi 1,
2,5 dan 4 jam. Rasa angel food cake ditimbulkan
dari
pencampuran berbagai bahan penyusun cake yang didominasi oleh rasa telur dan
vanili.
Nilai rataan kesukaan panelis terhadap rasa angel
food cake sebesar 2,28-2,31.
Hasil
uji kesukaan terhadap modus rasa angel food cake adalah suka. Warna yang
tidak
diinginkan pada produk cake dapat dihindari dengan perlakuan desugarisasi, sehingga daya terima panelis terhadap rasa angel food cake pun baik. Persentase
penerimaan panelis terhadap rasa angel
food cake berkisar antara 57,50 – 67,50%.
8
IV. KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan lama desugarisasi
1, 2,5 dan 4 jam pada
pembuatan tepung putih telur tidak berpengaruh terhadap sifat
fisik dan organoleptik
angel food cake yang
dihasilkan. Hasil uji hedonik terhadap sifat organoleptik angel
food cake menunjukkan
modus suka. Persentase penerimaan panelis pun baik dengan
rataan di atas 50% terhadap produk angel
food cake dengan ketiga perlakuan.
Saran
Berdasarkan penelitian ini, maka disarankan untuk diteliti lebih
lanjut
mengenai lama desugarisasi 0-1 jam yang dapat memberi pengaruh signifikan
terhadap mutu fisik dan
organoleptik angel food cake.
9
V.
DAFTAR PUSTAKA
Aftasari, F. 2003. Sifat fisikokimia dan organoleptik sponge cake yang ditambah
tepung bekatul rendah lemak. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian
Bogor, Bogor.
Alleoni, A.C.C. dan A.J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and
s-ovalbumin
contens in eggs coated with whey protein concentrate. Rev. Bras.
Cienc.
Avic. Vol.6. No.2. Campinas. Revistra Brasileira de Ciencia
Avicola
.
Bailey, M.I. 1935. Foaming of Egg White. Dalam: Romanoff, A. L.
dan A. J.
Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd ed. John Wiley and Sons, New
York.
Barmore, M.A. 1934. The Influence of Chemical and Physical Factors
On Egg-White
Foams. Dalam: Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian
Egg.
2nd ed. John Wiley and Sons, New York.
Berquist, D. H. 1964. Egg dehidration. Dalam: W. J. Stadelmen and
O. J. Cotterill
(Editor). Egg Science and Technology. Food Products Press. An
Imprint of
The Haworth Press, Inc., New York.
Bogasari. 2005. Seputar Pembuatan Cake. www.bogasariflour.com. [14 September
2005].
Brown, A. 2000. Understanding Food Principle and Preparations.
Wadsworth.
Belmont.
Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons Inc. New York.
Cherry, J.P. dan K.H. McWatters. 1981. Whippability and Aeration.
Dalam: Protein
Functionally in Food. American Chemical Society, Washington .D.C.
Dean, K. J., N. E. Edwards dan C. A. Russeli. 1980. Physics and
Chemistry of
Baking. 3rd ed.
Applied Science Publisher, London.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta..
Hammershoj, M. dan J. Andersen. 2002. Egg processing focus on the
functional
0 komentar on "Organoleptik (SMAK Makassar)"
Posting Komentar