PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Daging merupakan salah satu produk peternakan yang mengandung nilai gizi
yang tinggi. Oleh karena itu produk ini cukup digemari oleh manusia. Di
Indonesia sendiri permintaan akan daging akan meningkat drastis pada
waktu-waktu tertentu seperti hari besar.
Saat ini daging yang dihasilkan oleh peternakan yang ada di Indonesia masih
belum bisa mencukupi kebutuhan konsumen. Hal ini mengakibatkan nilai jual
daging cukup tinggi yang berujung pada kecurangan yang dilakukan oleh pihak
yang tidak bertanggung jawab. Kecurangan tersebut berupa daging palsu. Salah
satu untuk menghindari kecurangan ini adalah konsumen mampu melakukan
penilaian terhadapn kualitas daging.
Pengujian kualitas daging diantaranya dapat dilakukan dengan pengujian
hedonik dan pengujian mutu hedonik. Pada dasarny kedua pengujian ini hampir
sama hanya saja pada pengujian mutu hedonik ada beberapa para meter yang
menggunakan alat.
Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum uji organoleptik daging sapi ini adalah
untuk mengetahui cara menentukan kualitas daging dan ciri-cri daging yang baik
terutama untuk komoditas daging sapi.
TINJAUAN
PUSTAKA
Organoleptik
Uji organoleptik merupakan pengujian berdasarkan tingkat kesukaan.
Pengujian ini penting karena berkaitan dengan selera konsumen. Menurut Sayuti
(2006) biasanya konsumen memilih daging melalui penampilan secara fisik yang
meliputi warna, tekstur, kekilapan, kebasahan serta intensitas aroma daging
segar. Karena berkaitan dengan selera konsumen uji organoleptikpun dilakukan
oleh panelis dari berbagai kalangan. Parameter yang digunakan adalah sifat
fisik daging yang dapat diamati, diraba, dicium aromanya yang menurut winarno
(1995) dalam menentukan rasa suatu makanan diperlukan penunjang lain
diantaranya adalah penciuman.
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan penilaian skala hedonik
terhadap parameter warna, aroma, tekstur dan rasa dari produk tersebut (Rahayu,
1998). Uji organoleptik dapat dilakukan dengan metode uji pembendaan pasangan.
Menurut Arief (2006) uji pembandingan pasangan dilakukan dengan membandingkan
dua sampel yang berbeda.
Uji
Hedonik
Uji hedonik merupakan salah satu bagian dari uji Organoleptik. Pada uji
hedonik ini berdasarkan pada tingkat kesuakaan terhadap sampel. Diantara
parameter yang dapat dijadikan tolak ukur pada uji hedonik adalah warana
daging, warna lemak, kekenyalan.
Daging
Daging adalah salah satu dari produk pangan yang mudah rusak disebabkan
daging kaya zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air
yang tinggi serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk
pertumbuhannya (komariah, 2004). Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak,
paru0paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi
ini (Soeparno, 2005).
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik ketika pemeliharaan
ataupun ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi penampilan daging
selama proses sebelum pemotongan adalah perlakuan transportasi dan istirahat
yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak yang pada akhirnya
akan menentukan kualitas daging yang dihasilkan (Sayuti, 2006).
Faktor penanganan setelah
pemotongan yang telah diteliti dapat mempengaruhi kualitas daging adalah
perlakuan stimulasi listrik (Ho et al., 1996; Lee et al., 2000).
Selain itu injeksi kalsium klorida (CaCl2) diketahui dapat pula mempengaruhi
kualitas daging sapi (Wheeler et al., 1993; Diles et al., 1994).
Ternak yang mengalami
perjalanan jauh akan mengakibatkan ternak tersebut stress (kelelahan) sehingga
terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori (Wulf et al., 2002)
Warna
Daging
Menurut Taylor (1984), pigmen yang memberikan warna pada daging adalah
struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin dan
mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada daging disebabkan oleh adanya
ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul mioglobin. Kuantitas
mioglobin bervariasi diantar jenis ternak, umur, jenis kelamin, otot, dan
aktivitas fisik, yang akan memepengaruhi variasi warna daging (Lawrie, 2003).
Marbling
Lemak merupakan komponen
daging yang sangat penting terutama dalam hal cita rasa daging. Marbling akan
memberikan aroma yang sangat mengundang selera, sehingga daging dengan marbling
yang banyak sangat disukai oleh konsumen. Hal ini sangat mempengaruhi nilai
jual daging. Daging dengan nilai marbling yang tinggi akan memiliki nilai jual yang
tinggi pula. Marbling merupakan faktor visual, dan disukai konsumen dengan
cita-rasa dan kebasahan (juiciness) (Lawrie, 2003).
Lemak intramuscular berada
didalam jaringan ikat perimiseal diantara fasikuli atau ikatan serabut otot, dan lazim disebut lemak marbling (Soeparno, 2005). Lemak intramuskuler (marbling) mempunyai kontribusi terhadap kekerasan (firmness) daging refrigerasi. Pengerasan (solidifikasi) lemak terjadi selama pendinginan dan membantu potongan-potongan eceran (retail
cuts), seperti steak dan chops,
mempertahankan ketebalan yang seragam dan bentuk yang khas selama penanganan
dan penyimpanan.
Kekenyalan
Berdasarkan penilitian Sayuti (2006) menyatakan tekstur dan kekenyalan
sangat berhubungan dengan daya mengikat air. Penilitian yang telah dilakukannya
menyimpulkan bahwa rendahnya kemampuan daging dalam mengikat air akan
menghasilkan penampilan tekstur daging yang lebih halus dan lembek.
Kilap
Menurut Sayuti (2006) tingkat kekilapan berhubungan erat dengan tingkat
kebasahan. Daging yang basah akan cenderung mengkilap karena adanya air yang
memantulkan cahaya. Hal tersebut dibuktitikan oleh penilitian yang dilakukan
oleh Sayuati (2006) yang ditunjukkan oleh perlakuan stimulasi listrik voltase
rendah (SLVR) dengan injeksi CaCl2 24 jam PM menghasilkan daging paling
mengkilap dan paling basah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Drip
Loss
Drip loss berasal dari dua
kata yaitu drip dan loss. Drip yaitu nutrien yang ikut bersama cairan daging
keluar. Sedangkan loss yaitu kehilangan. Jadi, drip loss dapat diartikan sebgai hilangnya beberapa
komponen nutrien daging yang ibkut bersama keluarnya cairan daging. Ini
biasanya terjadi setelah daging dibekukan dan diletakkan bukan ditempat yang
dingin. Sedangkan menurut Soeparno (2005) Cairan yang keluar dan tidak terserap
kembali oleh serabut otot selama penyegaran inilah yang disebut drip. Dua faktor yang mempengaruhi jumlah drip yaitu : (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang
berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging. Pada laju pembekuan yang
sangat cepat, kristal es kecil-kecil terbentuk didalam sel, sehingga struktur
daging tidak mengalami perubahan. Pada laju pertumbuhan yang lambat, kristal es
mulai terjadi diluar serabut otot (ekstraselular), karena tekanan osmotik
ekstraselular lebih kecil daripada didalam otot. Pembentukan kristal es
ekstraselular berlangsung terus, sehingga cairan ekstraselular yang tersisa dan
belum membeku akan meningkat kekuatan fisiknya dan menarik air secara osmotik
dari bagian dalam sel otot yang sangat dingin. Denaturasi protein menyebabkan
hilangnya daya ikat protein daging, dan pada saat penyegaran kembali terjadi
kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang menaglami translokasi
atau keluar pada proses pembekuan.
MATERI
DAN METODE
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah meat colour score, fat
colour score, marbling card score, formpenilaian uji hedonik dan uji mutu
hedonik, alat tulis, ruang uji dan piring. Bahan yang digunakan adalah sampel
daging.
Metode
Pengujian kualitas daging pada praktikum ini dilakukan dengan dua metode
yaitu pengujian hedonik dan pengujian mutu hedonik. Pengujian hedonik merupakan
pengujian berdasarkan tingkat kesukaan pada warna daging, warna lemak, marbling
dan kekenyalannya. Form yang sudah disediakan diisi oleh panelis yang
dalam praktikum ini dilakukan oleh praktikan berdasarkan hasil pengamatan yang
telah dilakukan.
Sedangkan untuk pengujian mutu hedonik para meter yang digunakan adalah
warna daging, warna lemak, marbling, tekstur dan kelembaban. Pada dasarnya
parameter yang digunakan hampir sama dengan uji hedonik hanya saja pada
pengujian ini dilakukan dengan alat card score. Form untuk uji mutu
hedonik juga diisi oleh panelis. Selanjutnya data yang didapat oleh semua
panelis digabungkan untuk dirata-ratakan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Penilaian Uji hedonik pada sampel A dan B
Aspek penilaian
|
Rata-rata
|
|
Sampel A
|
Sampel B
|
|
Warna daging
|
4,08
|
3,08
|
Warna lemak
|
3,30
|
2,80
|
Marbling
|
2,86
|
2,20
|
Kekenyalan
|
3,51
|
2,94
|
Keterangan:
1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka
Tabel 2. penilaian Uji mutu hedonik pada sampel A dan B
Aspek penilaian
|
Rata-rata
|
|
Sampel A
|
Sampel B
|
|
Warna daging
|
5,50
|
4,54
|
Warna lemak
|
2,92
|
3,06
|
Marbling
|
2,28
|
1,76
|
Tekstur
|
2,78
|
2,22
|
Kelembaban
|
2,76
|
4,29
|
Keterangan
1.
Tekstur
1 = sangat lunak
2 = lunak
3 = agak lunak
4 = keras
5 = sangat keras
|
1.
Kelembaban
1 = sangat kering
2 = kering
3 = agak kering
4 = lembab
5 = sangat berair/sangat lembab
|
Pembahasan
Uji organoleptik merupakan uji
karakteristik pada fisik daging. Uji organoleptik dapat dilakukan dengan
menggunakan penilaian skala hedonik terhadap parameter warna, aroma, tekstur
dan rasa dari produk tersebut (Rahayu, 1998). Selain itu uji organoleptik juga
berdasarkan uji mutu hedonik. Perbedaan antara kedua uji ini adalah skala yang
digunakan dalam penilaian. Pada uji hedonik dasar penilaian yang digunakan
adalah kesukaan panelis. Sedangkan uji mutu hedonik penilian didasarkan
pada Card Scoreyang telah disediakan.
Parameter yang dijadikan tolak ukur pada uji hedonik adalah warna
daging, warna lemak, marbling dan kekenyalan. Sedangkan pada uji mutu hedonik
parameter yang dijadikan tolak ukur adalah warna daging, warna lemak, marbling,
tekstur dan kelembaban. Kedua pengujian masing-masing menggunakan 2 buah
sampel. Menurut Arief (2006) uji pembandingan pasangan dilakukan dengan
membandingkan dua sampel yang berbeda. Sampel yang digunakan adalah sampel A,
yaitu daging segar dan sampel B daging beku. Kedua sampel ini dibandingkan
sifat fisiknya sehingga dapat diketahui sampel yang lebih disukai oleh
konsumen. Konsumen disini adalah panelis.
Hasil praktikum dari uji hedonik menggambarkan bahwa sampel daging A lebih
disukai oleh panelis. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya tingkat kesukaan
panelis pada sampel daging A baik dari warna daging, warna lemak, kekenyalan
ataupun marbling. Warna daging sampel A lebih merah dibanding sampel daging B.
Ternyata panelis lebih menyukai sampel daging A. Menurut Taylor (1984), pigmen
yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini
berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin. Munculnya warna
merah cerah pada daging disebabkan oleh adanya ikatan oksigen pada atom besi
(Fe2+) pada struktur molekul mioglobin. Pada daging segar masih banyak oksigen
yang berikatan dengan dengan besi sehingga warnanya merah segar. Sedangkan pada
sampel B (daging beku) daging agak kecoklatan. ini berarti hanya sedikit
oksigen yang berikatan dengan besi sehingga myoglobin berubah menjadi
metmyoglobin dan warna daging menjadi agak coklat.
Lemak intramuscular berada
didalam jaringan ikat perimiseal diantara fasikuli atau ikatan serabut otot, dan lazim disebut lemak marbling (Soeparno, 2005). marbling ini akan mempengaruhi citarasa pada
daging. Biasanya daging dengan marbling yang banyak lebih disukai oleh
konsumen. Pada praktikum yang sudah dilaksanakan panelis lebih menyukai sampel
A. Pada uji mutu hedonikpun ternyata nilai marbling sampel A juga lebih tinggi
daripaada sampel B. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak marbling daging
maka semakin baik kualitas daging tersebut.
Berdasarkan penilitian Sayuti (2006) menyatakan tekstur dan kekenyalan
sangat berhubungan dengan daya mengikat air. Penilitian yang telah dilakukannya
menyimpulkan bahwa rendahnya kemampuan daging dalam mengikat air akan
menghasilkan penampilan tekstur daging yang lebih halus dan lembek. Pada
praktikum menunjukkan panelis lebih menyukai kekenyalan pada sampel daging A
yang padea uji mutu hedonik sampel daging B lebih lembek.Pada daging beku
(sampel B) ada air yang keluar dari daging tersebut akibat kurangnya daya
mengikat air pada daing dikarenakan proses pembekuan. Sesuai penelitian yang
telah dilakukan oleh Sayuti (2006) bahwa kurangnya daya mengikat air akan
mengakibatkan daging lembek. Hal ini juga berimbas pada kelembaban daging
tersebut. semakin banyak keluar air dari daging maka saemakin terasa lembab
atau basah daging permukaan daging tersebut. Pada praktikum ini sampel daging B
terasa lebih lembab atau lebih basah.
Air yang keluar dari daging
yang telah dibekukan disebut Dripp. Hal ini terjadi pada sampel daging B. tidak
hanya saekedar air saja yang keluar dari daging tersebut, tapi nutrien yang ada
pada daging juga ikut keluar. Menurut Soeparno (2005) Dua faktor yang
mempengaruhi jumlah drip yaitu : (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang
berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging. Pada laju pembekuan yang
sangat cepat, kristal es kecil-kecil terbentuk didalam sel, sehingga struktur
daging tidak mengalami perubahan. Pada laju pertumbuhan yang lambat, kristal es
mulai terjadi diluar serabut otot (ekstraselular), karena tekanan osmotik
ekstraselular lebih kecil daripada didalam otot. Pembentukan kristal es ekstraselular
berlangsung terus, sehingga cairan ekstraselular yang tersisa dan belum membeku
akan meningkat kekuatan fisiknya dan menarik air secara osmotik dari bagian
dalam sel otot yang sangat dingin. Denaturasi protein menyebabkan hilangnya
daya ikat protein daging, dan pada saat penyegaran kembali terjadi kegagalan
serabut otot menyerap kembali semua air yang menaglami translokasi atau keluar
pada proses pembekuan. Drip loss inilah yang akhirnya berimbas pada tekstur
daging, kekenyalan dan kelembabannya.
Menurut Sayuti (2006) tingkat kekilapan berhubungan erat dengan tingkat
kebasahan. Daging yang basah akan cenderung mengkilap karena adanya air yang
memantulkan cahaya. Pada praktikum ini tidak diamati tingkat kekilapan daging.
Seharusnya jika dilihat dari pengertian dan penjelasan Sayuti (2006) sampel
daging Blebih mengkilap dari daging A. Tapi ada beberapa fakor yang akan
mempengaruhi praktikum ini yaitu cahaya yang digunakan saat praktikum.
KESIMPULAN
Uji organoleptik merupakan pengujian tingkat kesukaan pada sampel. Uji ini
berkaitan dengan selera konsumen. Uji inio dapat dilakukan dengan uji hedonik
dan uji mutu hedonik. Hasil praktikum disimpulakan bahwa sampel daging A lebih
disukai dari pada sampel daging B yang berarti panelis lebih menyukai daging
segar.
DAFTAR
PUSTAKA
Diles, J. J. B., M. F. Miller & B. L. Owen. 1994. Calcium chloride
concentration, injection time, and aging period effects on tenderness, sensory,
and retail color attributes of loin steaks from mature cows. J. Anim Sci. 72: 2017-2021.
Ho, C. Y. , M. M. Stromer & R. M. Robson. 1996. Effects of electrical
stimulation on postmortem titin, nebulin, desmin, and troponin-t degradation
and ultrastructural changes in bovine longissimus muscle. J. Anim. Sci.
74:1563-1575.
Komariah, I. I. Arief, &
Y. Wiguna. 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi yang Ditambah Jahe (Zingiber
officinale Roscoe) pada Konsentrasi dan Lama
Penyimpanan yang Berbeda. Media Peternakan. 27(2): 46-54
I.I. Arief, T. Suryati &
R.R.A.Maheswari. 2006. Sifat Fisik Daging Sapi Dark
Firm Dry (DFD) Hasil Fermentasi Bakteri Asam
Laktat Lactobacillus plantarum. Media Peternakan. 29(2): 76-82
Lawrie, RA. 2003. Ilmu Daging Cetakan Keempat. Penerjemah: Aminuddin
Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta
Lee, S., P. Polidori, R. G. Kauffman & B. C. Kim. 2000. Low-voltage
electrical stimulation effects on proteolysis and lamb tenderness. J. Food.
Sci. 65: 786-790.
Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
T. Suryati, M. Astawan & T. Wresdiyati. 2006. Karakteristik
Organoleptik Daging Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan
Injeksi Kalsium Klorida. Media Peternakan. 29(1):1-6
Taylor, A. J. 1984. Natural
Colours in Food. In : John W.
(Ed). Development in Food Colour- 2. Elsevier Applied Science Publisher.
Newyork.
Wheeler, T. L., M. Koohmaraie, J. L. Lansdell, G. R. Siragusa & M. F.
Miller. 1993. Effects of postmortem injection time, injection level, and
concentration of calcium chloride on beef quality traits. J. Anim. Sci.
71:2965-2974.
Winarno, F. G. 1995. Kimia pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta